Blogger templates

Kamis, 26 Januari 2012

fadhilah rabi'ul awal


 Dalam bagian pertama, kita telah membahas tentang keutama'an bulan Rabi'ul Awal, dan telah menceritakan bagaimana Rasulullah SAW dilahirkan di bulan Rabi'ul Awal dan alasan dilahirkannya Rasulullah SAW di bulan ini. Ini adalah kejadian penting pertama yang kita telah kita bahas, sedangkan kejadian penting kedua di bulan Rabi'ul Awal ini adalah wafatnya Rasulullah SAW.


2. Wafatnya Rasulullah SAW.

Tiada kesedihan di dunia ini yang lebih mengiris hati seorang mukmin, dari pada hari perginya sang mahbub dari dunia ini. Tiada rasa sakit yang lebih mengiris hati, melebihi rasa sakitnya berpisah dengan sang mahbub. Tiada yang dapat menandingi rasa cinta Rasulullah SAW kepada kita umatnya, hingga membuat kita wajib mencintainya. Sungguh cerita wafatnya Rasul adalah cerita yang sangat menyedihkan. Dalam sebuah Hadist disebutkan:

من حديث أبي سعيد الخدري رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه و سلم جلس على المنبر فقال : إن عبدا خيره الله بين أن يؤتيه من زهرة الدنيا ما شاء و بين ما عنده فاختار ما عنده فبكى أبو بكر و قال : يا رسول الله فديناك بآبائنا و أمهاتنا قال : فعجبنا و قال الناس : انظروا إلى هذا الشيخ يخبر رسول الله صلى الله عليه و سلم عن عبد خيره الله بين أن يؤتيه من زهرة الدنيا ما شاء و بين ما عند الله و هو يقول : فديناك بآبائنا و أمهاتنا قال : فكان رسول الله صلى الله عليه و سلم هو المخير و كان أبو بكر هو أعلمنا به فقال النبي صلى الله عليه و سلم : إن من آمن الناس علي في صحبته و ماله أبو بكر و لو اتخذت من أهل الأرض خليلا لاتخذت أبا بكر خليلا و لكن إخوة الإسلام لا تبقى في المسجد خوخة إلا سدت إلا خوخة أبي بكر رضي الله عنه ]

Yang artinya sebagai berikut: Dari Abi sa'id Alkhidhri bahwa Rasulullah SAW duduk di sebuah mimbar dan bersabda: "Seorang hamba diberi pilihan oleh Allah SWT antara diberi segala hiasan dunia yang dia inginkan atau memilih apa yang dia miliki, dan dipun memilih apa yang dia miliki ". Abu bakar As-Syiddik-pun menangis, dan berkata: "Wahai Rasulullah SAW! kita rela mengorbankan Bapak serta ibu kami demi engkau, wahai Rasulullah SAW! Abu sa'id berkata: "Maka kita heran, dan orang-orang-pun berkata: "Lihatlah kepada orang tua ini?" Rasulullah SAW memberitahu tentang seorang hamba yang diberi pilihan oleh Allah antara diberi seluruh perhiasan dunia atau mengembalikan apa yang dia miliki, kemudian diapun memilih apa yang dia miliki, kemudian orang tua itu berkata: "Kita telah mengorbankan Bapak dan Ibu kami demi engkau wahai Rasulullah SAW!.

Sungguh hanya Abu Bakarlah yang paling memahami perkata'an Rasulullah SAW, sehingga Rasulullahpun bersabda: "Sesungguhnya orang yang paling banyak memberikan apa yang dia miliki baik harta atau persahabatannya kepadaku adalah Abu Bakar As-sidik, dan seandainya aku memilih kekasih di dunia ini, niscaya aku akan jadikan Abu bakar As-shiddik sebagai kekasihku, akan tetapi ukhuwah islami, tidak ada satupun masjid yang rusak kecuali dia benarkan, sedangkan dia membiarkan rumahnya sendiridalam keada'an rusak ".
Kematian adalah sesutu yang telah tertulis kepada semua benda hidup di dunia ini baik pada para Nabi atau para Rasul atau yang lainnya. Allah SWT berfirman dalam sebuah Ayat:

 ( إنك لميت وهم ميتون )

"Sesungguhnya kamu akan mati dan juga mereka akan mati".

Dan juga :

 (وَمَا جَعَلْنَا لِبَشَرٍ مِنْ قَبْلِكَ الْخُلْدَ أَفَإِنْ مِتَّ فَهُمُ الْخَالِدُونَ )[ الأنبياء: 34].

"Kami tidakmenjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu (Muhammad), maka jikalau kamu mati apakah mereka akan kekal?" QS Al Anbiya': 34

Allah SWT menciptakan Adam AS dari debu yang ada di bumi, kemudian ditiuplah disitu Rohnya, dan beradalah rohnya dalam jasadnya, dan juga arwah anak cucunya dalam jasad mereka. Adanya roh mereka dalam jasad di dunia ini adalah sebagai barang pinjaman. Mereka diperintahkan agar mengembalikan arwah-arwah mereka kembali dari jasad  mereka, serta  mengembalikan jasad mereka kepada apa yang dari itu diciptakan yaitu debu. Allah SWT juga berjanji akan mengembalikan lagi jasad mereka dari bumi, kemudian mengembalikannya  lagi  arwah mereka kepada jasad dengan kepemilikan yang abadi dan selama-lamanya di akherat nanti. Allah SWT berfirman:

( فِيهَا تَحْيَوْنَ وَفِيهَا تَمُوتُونَ وَمِنْهَا تُخْرَجُونَ ) [الأعراف:25]

"Di Bumi itu kamu hidup dan dibumi itu kamu mati, dan dari bumi itu pula kamu akan dibangkitkan".QS Al-a'raf: 25.

مِنْهَا خَلَقْنَاكُمْ وَفِيهَا نُعِيدُكُمْ وَمِنْهَا نُخْرِجُكُمْ تَارَةً أُخْرَى [طه:55]

"Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya Kami akan mengeuarkan kamu pada kali yang lain". QS Thaha : 55.

Karena kematian merupakan sesuatu yang dibenci secara tabiat, dimana disitu terdapat kekerasan dan kekejaman yang sangatlah menakutkan, maka para Nabi tidak akan mati sebelum disuruh memilih oleh Allah SWT, oleh karena itu terjadilah taraddud (keragu-raguan) dalam diri setiap mu'min. Rasulullah SAW bersabda: "Aku tidak pernah ragu-ragu seperti keraguanku dalam pencabutan nyawa seorang mu'min yang membenci kematian, sedang aku membenci hal tersebut dan setiap orang mu'min haruslah mengalaminya".

Pertama kali Allah memberi tahu Rasul-Nya bahwa dia akan menemui ajalnya adalah turunnya surat: (إذا جاء نصر الله والفتح ...الخ) , dikatakan kepada ibnu Abbas: "Apakah Rasulullah SAW tahu bahwa beliau akan meningal? Dia menjawab: "Ya" dan dari mana beliau tahu : "Dari turunya  surat  ( إذا جاء نصر الله والفتح ) yakni: Fathu makah. Sesungguhnya maksud dari surat ini adalah: "Sesungguhnya kamu wahai Muhammad, jika Allah SWT membukakan Makkah kepadamu, dan orang-orang telah masuk agamamu, maka telah dekatlah ajalmu, maka bersiaplah untuk bertemu dengan tuhanmu dengan beristighfar dan bertahmid, dan mulai dari sa'at itu Rasulullah SAW bertambah mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Tatkala rasa sakit yang ada dalam diri Rasulullah bertambah parah di malam senin, Sayidah Aisyah pergi menuju rumah seorang wanita dengan membawa sebuah lampu, untuk meminta setetes minyak samin, karena Rasulullah SAW sedang mengalami sakaratul maut. Kemudian Sayidah Fatimahpun datang menuju kamar dimana Rasulullah sedang sakit, Rasulpun membisikinya tentang sesuatu kemudian dia menangis, dan membisikinya kedua  kali dan diapun tertawa, ketika ditanya: "Apa yang dikatakan Rasulullah kepadamu?" dia menjawab: "Aku tidak akan membocorkan rahasia Rasulullah SAW". Ketika Rasul meninggal dia ditanya dan menjawab: "Pertama kali Rasul bilang bahwa beliau akan meninggal pada sakitnya ini, kemudian aku menangis, dan yang kedua Rasul memberitahuku bahwa akulah yang pertama kali menemuinya, maka akupun tertawa".

Ketika tiga hari sebelum ajal Rasulullah SAW datang, malaikat Jibril datang dengan membawa Malaikat maut untuk meminta izin kepada Rasul: "Wahai Ahmad!  sesungguhnya Allah SWT telah mengutusku untuk bertanya padamu - sedang Dia lebih tahu tentang kamu- bagimana keadaanmu sekarang, Rasulullah menjawab: "Keada'anku wahai Jibril telah taksadar, dan aku merasa takut". Kemudian di hari yang kedua malaikat Jibril datang lagi kemudian bertanya seperti di atas, Rasulullahpun menjawab seperti jawabanya pertama kali. Kemudian datang lagi di hari yang ke tiga, dan bertanya kepadanya seperti tadi, kemudian malaikat maut meminta izin kepada Rasulullah SAW, dan Jibril berkata: "Wahai Ahmad ini malaikat maut telah datang untuk meminta ijin kepadamu, dia tidak pernah meminta ijin kepada seorangpun sebelum dan sesudahmu. Rasulullah menjawab: "Berilah dia ijin wahai Jibril". Kemudian malaikat mautpun masuk dan berdiri di depan Rasulullah SAW dan berkata: "Wahai  Rasulullah SAW, wahai Ahmad! Sesungguhnya Allah telah mengutusku untuk datang kepadamu dan memerintahkanku untuk menta'ati semua perintahmu; jika kamu memerintahkanku untuk mengambil nyawamu maka akan aku ambil, akan tetapi jika kamu memerintahku untuk meninggalkanmu maka aku akan meninggalkanmu. Rasul bersabda: "Lakukanlah apa yang diperintahkan Allah SWT kepadamu wahai malaikat maut".

Malaikat Jibril berkata: "Wahai Ahmad! Sesungguhnya Allah SWT telah merindukanmu. Rasulullahpun berkata: "Lakukanlah wahai malaikat maut apa yang di perintahkan?", kemudian malaikat Jibril berkata: "Assalamu 'alaika ya Rasulallah, ini adalah terakhir kali aku menginjak bumi ini, sesungguhnya hanya engkaulah hajatku di dunia ini. Kemudian datanglah ta'ziyah dari Jibril dengan kata:

 " السلام عليكم يا أهل البيت ورحمة الله وبركاته ( كل نقس ذائقة الموت وإنما توفون أجوركم يوم القيامة ).

Malaikat mautpun menjalan tugas yang diperintahkan Allah SWT untuk mengambil kembali nyawa Rasulullah, dengan pelan-pelan. Sehingga Rasulullahpun menghembuskan nafasnya yang terahir kali, sembari berkata " Ummati…Ummati…Ummati…"(Ummatku…Umatku…Umatku..)

Adapun hari wafatnya Rasulullah itu adalah hari senin di bulan Rabi'ul Awal. Telah terbuka rahasia di hari itu sedang orang-orang sedang shalat subuh di belakang Abu Bakar As-shiddik. Orang-orang hampir tertipu oleh kesenangan mereka karena melihat Rasulullah SAW telah sadarkan diri di pagi itu, dan melihat wajahnya bagaikan lembaran Al-Qur'an. Mereka menyangka bahwa beliau akan shalat bersama mereka. Kemudian Rasulullah memberi isyarat untuk mereka agar tetap  di tempatnya, kemudian Rasulullahpun menutup satir.

Rasulullah SAW meninggal di hari itu sedang orang-orang menyangka bahwa beliau telah sembuh dari sakitnya, ketika telah sadarkan diri di pagi hari senin. Akan tetapi ketika matahari telah naik di pagi itu, meninggallah Rasulullah SAW. Kaum musliminpun tampak kebingungan; ada yang tercengang karena kaget, ada yang terduduk dan tak dapat berdiri, ada yang lidahnya tersentak hingga tidak dapat berkata sepatah katapun, ada yang mengingkari kematian Rasulullah SAW, yaitu Umar RA. Ketika sampai kabar kepada Abu Bakar RA, dia langsung menuju rumah Aisyah RA, kemudian membuka kain yang ada diwajah Rasulullah SAW, dan menciumnya berkali-kali sedangkan dia dalam keada'an menangis, kemudian dia  berkata: "Waa...nabiyyaah...Wa...khaliilaah...Waa...shofiyyaah" dan berkata: "Inna lillahi wa Inna Ilaihi Raaji'un. Demi Allah... Rasulullah SAW telah mati...". Kemudian berkata: "Demi Allah SWT, Allah tidak akan mengumpulkanmu dalam dua kematian, adapun kematian yang pertama kamu sudah mengalaminya".

Kemudian Abu bakarpun masuk ke masjid -sedang Umar RA berbicara dengan orang-orang yang sedang berkumpul di depannya-. Abu Bakarpun mulai berbicara kepada mereka dengan membaca syahadat dan membaca hamdalah, lalu orang-orangpun menuju kepadanya dan meninggalkan Umar. Abu bakar berkata: "Barang siapa menyembah Muhammad SAW, maka sesungguhnya Muhammad SAW telah mati, dan barang siapa menyembah Allah SWT, maka Allah SWT tidak akan mati selamanya", kemudian dia membaca:

(وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ)[آل عمران : 144].

"Muhammad itu tidak lain Hanya seorang Rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang Rasul, apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik kebelakang (murtad)?". QS Ali Imran: 144.

Abu Bakarpun dapat membuat mereka yakin bahwa Rasulullah SAW benar-benar telah meninggal dunia, se'akan-akan mereka tidak pernah mendengarkan ayat ini sebelum Abu Bakar membacanya, kemudian merekapun mengikuti bacaan Abu Bakar RA.

Itulah kisah meninggalnya Rasulullah SAW, hari dimana semua kaum muslimin merasa sedih. Karena kembalinya sang Qurratul 'ain kepada Allah SWT.

Amalan Kaum Muslim di Bulan Rabi'ul Awal

Di bulan ini setiap Muslim disunahkan untuk memperbanyak shalawat serta salam untuk Rasulullah SAW. Karena di bulan yang mulia ini telah tampak kebaikan yang merata kepada seluruh alam, telah tampak pula kebahagia'an orang-orang yang paling bahagia dengan terbitnya bulan penerang bumi, yaitu lahirnya Nabi Muhammad SAW di dunia ini. dengan lahirnya Rasulullah di bulan ini, dikenanglah bulan Rabi'ul Awal sebagai hari yang paling penting bagi umat islam, oleh karena itu bulan ini dijadikan sebagai hari berkumpulnya umat islam untuk mendengarkan kisah kelahiran Rasulul islam yang sangat mulia, agar mereka memperoleh barakah dan keutama'an yang suci.

Umat islam selalu memperingati bulan kelahirannya, sehingga mengadakan walimah, dan menyedekahkan sebagian hartanya kepada saudaranya yang membutuhkan dalam bentuk apapun, mereka juga menampakkan kegembira'an mereka karena terlahirnya Rasulullah SAW, mereka selalu memperhatikan kisah kelahirannya, dengan penuh kekhusyu'an dan penghayatan, sehingga barakah Rasulullah SAW-pun menyelimuti hati mereka, sehingga membuat hati mereka tenteram dan tenang.

Mengapa kita memperingati Maulid Nabi SAW?

Mungkin pertanya'an ini adalah pertanya'an yang jarang sekali didengar di kalangan orang-orang yang sudah terbiasa melakukan kegiatan maulid Nabi di hari-hari yang agung seperti hari jum'at contohnya, atau hari yang ke dua belas dari bulan Rabi'ul Awal. Ini merupakan suatu adat yang sangatlah di dukung oleh syare'at bagi hamba Allah yang sangat mencintai Rasulnya, sebagai ungkapan rasa cinta dan rasa syukur terhadap nikmat Allah yang berupa lahirnya sang penerang dunia. Akan tetapi sebagian orang mengatakan bahwa hal ini merupakan hal yang tidak dilakukan oleh ulama' salaf. Mungkin dengan pernyata'an ini kita terpaksa harus menyebutkan dalil kebolehan memperingati acara maulid Nabi. Akan tetapi sebelum kita menyebutkan dalil-dalil akan dibolehkannya maulid maka kita perlu mengetahui hal-hal berikut ini:

1. Kita mengatakan bahwa peringatan maulid Nabi adalah perbuatan yang dibolehkan oleh syari'at, dari berbagai perkumpulan untuk mendengarkan sejarahnya Rasul SAW, mendengarkan puji-pujian yang diucapkan untuk beliau, memberikan makanan, serta memberikan kegembira'an untuk semua umat islam.

2. Kita tidak mengatakan bahwa peringatan maulid Nabi disunahkan di waktu tertentu atau di malam tertentu, akan tetapi barang siapa yang meyakini hal tersebut maka telah mengada-ngada di dalam agama (melakukan perbuatan bid'ah). Karena kita wajib mengingatnya di setiap waktu. Akan tetapi di bulan kelahirannya yaitu bulan Rabi'ul Awal, seorang muslim lebih ditekankan untuk mengingat beliau, sehingga orang-orang bersemangat untuk menyambutnya serta berkumpul untuk mengingatnya dan merasakan keagungan karena kita menjadi lebih dekat dengan sejarah. Maka mereka akan mengingat suatu yang sudah lampau dengan cara melaksanakannya sesuai dengan adat jaman sekarang.

Adapun dalil kebolehannya mengadakan peringatan maulid Nabi SAW adalah sbb:

1. Peringatan maulid Nabi adalah sebagai ungkapan atas rasa kesenangan dan kegembira'an atas Rasulullah SAW, sebagai mana orang kafir telah mengambil manfa'atnya.

Telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari bahwa Abu lahab diringankan dari siksa'annya di setiap hari senin sebab dia telah memerdekakan budaknya yang bernama tsuwaibah ketika mendapat kabar gembira bahwa Muhammad SAW telah lahir.

Al-Hafidz Ad-Dimisyqi mengatakan: "Jika ini adalah seorang kafir yang telah dicela oleh Al-Qur'an dengan kata "Tabbat yadaa Abii Lahabin Wa tabb"  yang telah dimasukkan di neraka untuk selamanya, telah ada sabda bahwa dia diringankan dari siksa'annya disetiap hari senin karena kegembira'annya atas lahirnya Muhammad SAW, maka apa prasangka seorang Mukmin yang dimana seluruh umurnya senang dengan Rasulullah SAW serta mati dalam ke'adaan Islam?".

2. Rasulullah SAW telah memuliyakan hari kelahirannya, dan bersyukur kepada Allah SWT atas nikmat-Nya yang sangat besar kepadanya, dan telah mengutamakannya sebagi makhluk yang paling utama di dunia, karena semua yang ada di dunia ini telah gembira karenanya. Beliau mengungkapkan kegembira'an tersebut dengan berpuasa di bulan itu. Seperti yang disebutkan dalam Hadist oleh Abi Qatadah RA: "Rasulullah SAW ditanya tentang puasanya di hari senin?" dan Rasul menjawab: "Di hari itu aku dilahirkan, dan di hari itu pula Allah menurunkan wahyu kepadaku".

Ini adalah makna dari peringatan maulid nabi, cuma gambar atau caranya saja yang berbeda. Akan tetapi makna ini tetap ada, baik dengan cara berpuasa atau membagikan makanan atau berkumpul dengan tujuan berdzikir atau membaca shalawat kepada Nabi SAW, atau dengan mendengarkan syama'ailnya Rasulullah SAW.

3. Gembira dan senang dengan adanya Rasulullah SAW adalah sesuatu yang dianjurkan oleh Al-Qur'an, yaitu firman Allah SWT:
 
( قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ )[يونس:58]

" Katakanlah dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya , hendaklah dengan itu mereka bergembira. kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan".

Allah SWT telah memerintahkan kita untuk bergembira atas rahmat yang Allah berikan kepada kita. Sedangkan Nabi Muhammad SAW adalah rahmat yang paling mulia dan yang paling besar bagi kita. Sebagaimana Allah SWT telah berfirman:

" وما أرسلناك إلا رحمة للعالمين )[الأنبياء:107].

" Kita tidak mengutusmu kecuali sebagi rahmat bagi semua yang ada dialam semesta".

Maka kita wajib untuk bergembira atas datangnya rahmat tersebut.   

4. Peringatan maulid Nabi adalah perbuatan yang tidak ada di zaman Rasul SAW, maka hal tersebut adalah bid'ah akan tetapi bid'ah hasanah. Karena perbuatan ini mempunyai landasan syara', serta berada dibawah naungan qowa'id kulliyah (asas yang mencakup semuanya). Maka hal ini adalah bid'ah dari segi perkumpulannya, tidak dari segi perorangannya.

Mungkin dalil-dalil ini sudahlah cukup sebagai jawaban atas pertanya'an diatas. Yang paling penting bagi seorang muslim adalah memperbanyak shalawat atas nabi Muhammad SAW di bulan ini. Karena salawat ini sendiri mempunyai keutama'an yang paling besar. Karena Allah SWT akan tetap menerima shalawat seseorang meskipun dalam ke'ada'an lalai. Barang siapa membaca shalawat kepada nabi SAW, maka shalawat tersebut akan diperlihatkan kepada Nabi Muhammad SAW secara langsung. Sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah Hadist: "Bershalawatlah kepadaku? Karena sesungguhnya shalawat kalian akan diperlihatkan kepadaku". Lain lagi dengan dzikir-dzikir yang lain, karena dzikir-dzikir yang lain membutuhkan kekhusyu'an agar dzikir-dzikir tersebut di terima oleh Allah SWT. Masih banyak lagi keutama'an shalawat kepada nabi.

Adapun shalawat yang paling afdhal yang hendaknya kaum muslimin membiasakannya adalah shalawat Al-Ibrahimiyah, yaitu :

اللهم صلى على سيدنا محمد ، وعلى آله سيدنا محمد ، كما صليت على سيدنا إبراهيم وعلى آل سيدنا إبراهيم ، وباركعلى سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمدكما باركت على سيدنا إبراهيم وعلى آل سيدنا إبراهيم ، في العالمين إنك حميد مجيد . 


Jumat, 06 Januari 2012

USHUL FIQH

URGENSITAS USHUL FIQH
DALAM KONTEKS KONTEMPORER
Ahmad Zain An Najah, MA





 Ushul Fiqh adalah :  “ Ilmu yang membahas tentang dalil- dalil  fiqh secara global, tentang metodologi penggunaannya serta membahas tentang kondisi orang-orang yang menggunakannya . “
Apa hubungan pengertian ushul fiqh di atas dengan masalah kontemporer  ?  Paling tidak ada empat  hal yang bisa diungkapkan di sini :
1/ Ushul Fiqh sebagai model percontohan untuk melakukan riset  ilmiyah .
Seseorang yang ingin memproduksi sebuah hukum syare’at, diharuskan terlebih dahulu menentukan reverensi yang ingin digunakannya. Kemudian mengolah reverensi tersebut sesuai dengan standar ilmiyah yang telah ditentukan oleh para ulama, hal itu untuk memastikan bahwa produk hukum yang dihasilkan tidak akan melenceng dari koridor syareat.
 Begitu juga seorang yang ingin melakukan riset ilmiyah, diharuskan untuk menentukan dahulu reverensi yang ingin digunakannya, dan obyek yang ingin diteliti, dan apakah sumber dan obyek tersebut valid atau tidak ? Setelah itu dia harus mengolahnya secara ilmiyah dan jujur sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, sehingga hasil dari penelitian itu bisa dipastikan tidak melenceng dari koridor ilmiyah.
2/ Ushul Fiqh sebagai model percontohan untuk melakukan dialoq yang sistimatis dan bermutu.

Hal ini kita dapatkan di dalam pembahasan Qiyas dan etika dialoq yang tersusun di dalamnya dengan rapi. Dalam etika dialoq tersebut, tidak sembarang orang bisa mengeluarkan produksi hukum kecuali  harus tunduk dengan teeori-teori yang telah ditetapkan di dalam Qiyas. Produk hukum yang telah dihasilkan melalui proses Qiyas tersebut, memungkinkan untuk dikritisi kembali dengan tata cara dan sisitimatis yang telah ditentukan para ulama. Intinya : tidak sembarang orang ngomong dan tidak sembarang orang mengritik omongan tersebut. Tapi semuanya dibungkus dengan  ‘ bingkai yang sarat dengan ilmu ‘
3/ Ushul Fiqh   dan  Masalah Sosial.
Ushul Fiqh, bukan sekedar teori yang ngawang-ngawang di langit , bukan seperti orang yang hidup dimenara gading, jauh dari hiruk pikuk masyarakat  dengan segala problematikanya. Ushul Fiqh adalah ilmu yang menyatu dengan masyarakat, berbaur dengan segala problematikanya, bahkan menawarkan ribuan, atau mungkin jutaan solusi yang sangat strategis dan relevan.  Bagaimana tidak ? coba tengok umpamanya di dalam Bab :  “ Dalil –dalil yang masih diperdebatkan “ kita temui dalil “ Al Urfu ‘ ( Adat istiadat atau kebiasaan ) di dalam suatu masyarakat.  Ushul Fiqh adalah ilmu yang menghargai karya  dan budaya masyarakat selama masih dalam koridor syareat.
4/ Ushul Fiqh dan Kemaslahatan Umat .
          “ Masholih Mursalah “ adalah salah satu bab di dalam Ushul Fiqh yang membahas hal- hal yang berhubungan dengan kemaslahatan kehidupan manusia. Tidak berlebihan, kalau kita katakan bahwa tidak ada satupun fenomena kehidupan manusia yang lepas dari kontrol Ushul Fiqh. Mungkin kalau hanya ada satu bab ini saja dalam Ushul Fiqh, niscaya sudah cukup untuk memberikan kontribusi di dalam menciptakan maslahat kehidupan manusia.
5/ Ushul Fiqh dan  Pandangan Masa Depan
          Hal lain yang menarik dalam ilmu Ushul Fiqh adalah kemampuannya untuk  memprediksi tentang masa depan, atau memperkirakan hal-hal yang akan terjadi, mempersiapkan sesuatu sebelum terjadi, mennyediakan payung sebelum  turun hujan. Selanjutnya menentukan hukum ‘ preventif “ untuk  jaga-jaga sebelum datangnya bencana dengan cara menutup semua jalan yang menuju ‘ kerusakan “ .  Proses semacam ini di dalam Ilmu Ushul Fiqh terkenal dengan sebutan “ Sadd Al- Dzarai’ “ . Sebuah proses pengambilan hukum yang menekankan pandangan ke depan.
6. Ushul Fiqh dan penghargaan terhadap ilmu dan ulama.
          Kalau di dalam ranah politik, demokrasi yang selama ini dijadikan favorit para politikus sebagai alternatif solusi terhadap berbagai problematika bangsa… walaupun kenyataanya tidak lebih dari sebuah utopia yang tidak pernah dan tidak akan terwujud…demokrasi yang dianggap oleh sebagian kalangan sebagai ratu adil yang tidak pernah adil..salah satu kelemahannya adalah karena tidak pernah menghargai ilmu dan ulama.  Iya..  sistem yang terbukti telah menyengsarakan banyak orang ini menyamakan orang-orang berilmu dengan orang-orang yang bodoh. Seorang Profesor yang belajar puluhan tahun lamanya, sehingga rambutnya rontok dan kepalanya menjadi botak disamakan suaranya dengan seorang pelacur dan pemabuk yang perkerjaannya hanya bersenang-senang mengumbar syahwat.  Pandangan seperti ini, tidak akan didapat di dalam ilmu Ushul Fiqh.  Para ulama, khususnya para fuqaha, yaitu orang-orang yang konsen di dalam proses pengambil hukum telah dihargai dengan penghargaan yang setinggi-tingginya. Hal ini terlihat secara gamblang di dalam “ Konsensus Para Ulama “ yang mempunyai otoritas tinggi dan tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun juga. Bahkan karena  daya tawarnya yang begitu tinggi, oleh sementara kalangan diletakkan di atas teks-teks Al Qur’an dan Hadist yang keduanya masih sarat dengan penafsiran ( Dhanniyat Al Dalalat ) . Ini semua tidak berlaku bagi kelompok lain, yang tidak mempunyai keahlian di dalam merumuskan hukum, walaupun kelompok tersebut adalah kumpulan profesor dari segala bidang ilmu. Ini yang professor….bagaimana orang –orang awam yang tidak pernah belajar  ilmu agama.

Makalah ini disampaikan dalam acara  Majlis Mudzakarah Reguler   yang diadakan oleh  Senat Mahasiswa Fakultas  Syare’ah Islamiyah ( SEMA-FSI  ) di Wisma Nusantara pada hari Kamis tanggal 9 November  2006 M .

SYARIAT ISLAM

Arti Syariat
Syari’at bisa disebut syir’ah. Artinya secara bahasa adalah sumber air mengalir yang didatangi manusia atau binatang untuk minum. Perkataan “syara’a fiil maa’i” artinya datang ke sumber air mengalir atau datang pada syari’ah.
Kemudian kata tersebut digunakan untuk pengertian hukum-hukum Allah yang diturunkan untuk manusia.
Kata “syara’a” berarti memakai syari’at. Juga kata “syara’a” atau “istara’a” berarti membentuk syari’at atau hukum. Dalam hal ini Allah berfirman, “Untuk setiap umat di antara kamu (umat Nabi Muhammad dan umat-umat sebelumnya) Kami jadikan peraturan (syari’at) dan jalan yang terang.” [QS. Al-Maidah (5): 48]
“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syari’at (peraturan) tentang urusan itu (agama), maka ikutilah syari’at itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang yang tidak mengetahui.” [QS. Al-Maidah (5): 18].
“Allah telah mensyari’atkan (mengatur) bagi kamu tentang agama sebagaimana apa yang telah diwariskan kepada Nuh.” [QS. Asy-Syuuraa (42): 13].
Sedangkan arti syari’at menurut istilah adalah “maa anzalahullahu li ‘ibaadihi minal ahkaami ‘alaa lisaani rusulihil kiraami liyukhrijan naasa min dayaajiirizh zhalaami ilan nuril bi idznihi wa yahdiyahum ilash shiraathil mustaqiimi.” Artinya, hukum-hukum (peraturan) yang diturunkan Allah swt. melalui rasul-rasulNya yang mulia, untuk manusia, agar mereka keluar dari kegelapan ke dalam terang, dan mendapatkan petunjuk ke jalan yang lurus.
Jika ditambah kata “Islam” di belakangnya, sehingga menjadi frase Syari’at Islam (asy-syari’atul islaamiyatu), istilah bentukan ini berarti, ” maa anzalahullahu li ‘ibaadihi minal ahkaami ‘alaa lisaani sayyidinaa muhammadin ‘alaihi afdhalush shalaati was salaami sawaa-un akaana bil qur-ani am bisunnati rasuulillahi min qaulin au fi’lin au taqriirin.” Maksudnya, syari’at Islam adalah hukum-hukum peraturan-peraturan) yang diturunkan Allah swt. untuk umat manusia melalui Nabi Muhammad saw. baik berupa Al-Qur’an maupun Sunnah Nabi yang berwujud perkataan, perbuatan, dan ketetapan, atau pengesahan.
Terkadang syari’ah Islam juga dimaksudkan untuk pengertian Fiqh Islam. Jadi, maknanya umum, tetapi maksudnya untuk suatu pengertian khusus. Ithlaaqul ‘aammi wa yuraadubihil khaashsh (disebut umum padahal dimaksudkan khusus).
Pembagian Syari’at Islam

Hukum yang diturunkan melalui Nabi Muhammad saw. untuk segenap manusia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Ilmu Tauhid, yaitu hukum atau peraturan-peraturan yang berhubungan dengan dasar-dasar keyakinan agama Islam, yang tidak boleh diragukan dan harus benar-benar menjadi keimanan kita. Misalnya, peraturan yang berhubungan dengan Dzat dan Sifat Allah swt. yang harus iman kepada-Nya, iman kepada rasul-rasul-Nya, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan iman kepada hari akhir termasuk di dalamnya kenikmatan dan siksa, serta iman kepada qadar baik dan buruk. Ilmu tauhid ini dinamakan juga Ilmi Aqidah atau Ilmu Kalam.
2. Ilmu Akhlak, yaitu peraturan-peraturan yang berhubungan dengan pendidikan dan penyempurnaan jiwa. Misalnya, segala peraturan yang mengarah pada perlindungan keutamaan dan mencegah kejelekan-kejelekan, seperti kita harus berbuat benar, harus memenuhi janji, harus amanah, dan dilarang berdusta dan berkhianat.
3. Ilmu Fiqh, yaitu peraturan-peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya dan hubungan manusia dengan sesamanya. Ilmu Fiqh mengandung dua bagian: pertama, ibadah, yaitu yang menjelaskan tentang hukum-hukum hubungan manusia dengan Tuhannya. Dan ibadah tidak sah (tidak diterima) kecuali disertai dengan niat. Contoh ibadah misalnya shalat, zakat, puasa, dan haji. Kedua, muamalat, yaitu bagian yang menjelaskan tentang hukum-hukum hubungan antara manusia dengan sesamanya. Ilmu Fiqh dapat juga disebut Qanun (undang-undang).
Definisi Fiqh Islam
Fiqh menurut bahasa adalah tahu atau paham sesuatu. Hal ini seperti yang bermaktub dalam surat An-Nisa (4) ayat 78, “Maka mengapa orang-orang itu (munafikin) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan (pelajaran dan nasihat yang diberikan).”
Nabi Muhammad saw. bersabda, “Barangsiapa dikehendaki Allah kebaikan, maka Allah akan memahamkannya di dalam perkara agama.”
Kata Faqiih adalah sebutan untuk seseorang yang mengetahui hukum-hukum syara’ yang berhubungan dengan perbuatan orang mukallaf, hukum-hukum tersebut diambil dari dalil-dalilnya secara terperinci.
Fiqh Islam menurut istilah adalah ilmu pengetahuan tentang hukum-hukum Allah atas perbuatan orang-orang mukallaf, hukum itu wajib atau haram dan sebagainya. Tujuannya supaya dapat dibedakan antara wajib, haram, atau boleh dikerjakan.
Ilmu Fiqh adalah diambil dengan jalan ijtihad. Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah-nya menulis, Fiqh adalah pengetahuan tentang hukum-hukum Allah, di dalam perbuatan-perbuatan orang mukallaf (yang dibebani hukum) seperti wajib, haram, sunnah, makruh, dan mubah. Hukum-hukum itu diambil dari Al-Qur’an dan Sunnah serta dari sumber-sumber dalil lain yang ditetapkan Allah swt. Apabila hukum-hukum tersebut dikeluarkan dari dali-dalil tersebut, maka disebut Fiqh.
Para ulama salaf (terdahulu) dalam mengeluarkan hukum-hukum dari dalil-dalil di atas hasilnya berbeda satu sama lain. Perbedaan ini adalah suatu keharusan. Sebab, pada umumnya dalil-dalil adalah dari nash (teks dasar) berbahasa Arab yang lafazh-lafazhnya (kata-katanya) menunjukkan kepada arti yang diperselisihkan di antara mereka.
Fiqh Islam terbagi menjadi enam bagian:
1. Bagian Ibadah, yaitu suatu bagian yang membicarakan hukum-hukum yang dipakai untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. dan untuk mengagungkan kebesaran-Nya, seperti shalat, zakat, puasa, dan haji.
2. Bagian Ahwal Syakhshiyah (al-ahwaalu asy-syakhsyiyyatu), yaitu suatu bagian yang membicarakan hukum-hukum yang berhubungan dengan pembentukan dan pengaturan keluarga dan segala akibat-akibatnya, seperti perkawinan, mahar, nafkah, perceraian (talak-rujuk), iddah, hadhanah (pemeliharaan anak), radha’ah (menyusui), warisan, dan lain-lain. Oleh kebanyakan para mujtahidin, bagian kedua ini dimasukkan ke dalam bagian mu’amalah.
3. Bagian Mu’amalah (hukum perdata), yaitu suatu bagian yang membicarakan hukum-hukum yang mengatur harta benda hak milik, akad (kontrak atau perjanjian), kerjasama sesama orang seperti jual-beli, sewa menyewa (ijarah), gadai (rahan), perkonsian (syirkah), dan lain-lain yang mengatur urusan harga benda seseorang, kelompok, dan segala sangkut-pautnya seperti hak dan kekuasaan.
4. Bagian Hudud dan Ta’zir (hukum pidana), yaitu bagian yang membicarakan hukum-hukum yang berhubungan dengan kejahatan, pelanggaran, dan akibat-akibat hukumnya.
5. Bagian Murafa’at (hukum acara), yaitu bagian yang membicarakan hukum-hukum yang mengatur cara mengajukan perkara, perselisihan, penuntutan, dan cara-cara penetapkan suatu tuntutan yang dapat diterima, dan cara-cara yang dapat melindungi hak-hak seseorang.
6. Bagian Sirra wa Maghazi (hukum perang), yaitu bagian yang membicarakan hukum-hukum yang mengatur peperangan antar bangsa, mengatur perdamaian, piagam perjanjian, dokumen-dokumen dan hubungan-hubungan umat Islam dengan umat bukan Islam.
Jadi, Fiqh Islam adalah konsepsi-konsepsi yang diperlukan oleh umat Islam untuk mengatur kepentingan hidup mereka dalam segala segi, memberikan dasar-dasar terhadap tata administrasi, perdagangan, politik, dan peradaban. Artinya, Islam memang bukan hanya akidah keagamaan semata-mata, tapi akidah dan syariat, agama dan negara, yang berlaku sepanjang masa dan sembarang tempat.
Dalam Al-Qur’an ada 140 ayat yang secara khusus memuat hukum-hukum tentang ibadah, 70 ayat tentang ahwal syakhshiyah, 70 ayat tentang muamalah, 30 ayat tentang uqubah (hukuman), dan 20 ayat tentang murafa’at. Juga ada ayat-ayat yang membahas hubungan politik antara negara Islam dengan yang bukan Islam. Selain Al-Qur’an, keenam tema hukum tersebut di atas juga diterangkan lewat hadits-hadits Nabi. Sebagian hadits menguatkan peraturan-peraturan yang ada dalam ayat-ayat Al-Qur’an, sebagian ada yang memerinci karena Al-Qur’an hanya menyebutkan secara global, dan sebagian lagi menyebutkan suatu hukum yang tidak disebutkan dala mAl-Qur’an. Maka, fungsi hadits adalah sebagai keterangan dan penjelasan terhadap nash-nash (teks) Al-Qur’an yang dapat memenuhi kebutuhan (kepastian hukun) kaum muslimin.

Hukum Syara’
Hukum syara’ adalah “maa tsabata bi khithaabillahil muwajjahi ilaal ‘ibaadi ‘alaa sabiilith thalabi awit takhyiiri awil wadh’i”. Maksudnya, sesuatu yang telah ditetapkan oleh titah Allah yang ditujukan kepada manusia, yang penetapannya dengan cara tuntutan (thalab), bukan pilihan (takhyir), atau wadha’.
Contoh hukum syara’, perintah langsung Allah swt., “Tegakkahlah shalat dan berikanlah zakat!” [QS. Al-Muzzamil (73): 20]. Ayat ini menetapkan suatu tuntutan berbuat, dengan cara tuntutan keharusan yang menunjukkan hukum wajib melakukan shalat dan zakat.
Firman Allah swt., “Dan janganlah kamu mendekati zina!” [QS. Al-Isra' (17): 32]. Ayat ini menetapkan suatu tuntutan meninggalkan, dengan cara keharusan yang menunjukkan hukum haram berbuat zina.
Firman Allah swt., “Dan apabila kamu telah bertahallul (bercukur), maka berburulah.” [QS. Al-Maidah (5): 2]. Ayat ini menunjukkan suatu hukum syara’ boleh berburu sesudah tahallul (lepas dari ihram dalam haji). Orang mukallaf boleh memilih antara berbuat berburu atau tidak.
Yang dimaksud dengan wadha’ adalah sesuatu yang diletakkan menjadi sebab atau menjadi syarat, atau menjadi pencegah terhadap yang lain. Misalnya, perintah Allah swt. “Pencuri lelaki dan wanita, potonglah tangan keduanya.” [QS. Al-Maidah (5): 38]. Ayat ini menunjukkan bahwa pencurian adalah dijadikan sebab terhadap hukum potong tangan.
Bersabda Rasulullah saw., “Allah swt. tidak menerima shalat yang tidak dengan bersuci.” Hadits ini menunjukkan bahwa bersuci adalah dijadikan syarat untuk shalat.
Contoh yang lain, sabda Rasulullah saw., “Pembunuh tidak bisa mewarisi sesuatu.” Hadits ini menunjukkan bahwa pembunuhan adalah pencegah seorang pembunuh mewarisi harta benda si terbunuh.
Dari keterangan-keterangan di atas, kita paham bahwa hukum syara’ dibagi menjadi dua, yaitu hukum taklifi dan hukum wadh’i.
Hukum taklifi adalah sesuatu yang menunjukkan tuntutan untuk berbuat, atau tuntutan untuk meninggalkan, atau boleh pilih antara berbuat dan meninggalkan.
Contoh hukum yang menunjukkan tuntutan untuk berbuat: “Ambilah sedekah dari sebagian harta mereka!” [QS. At-Taubah (9): 103], “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan kepadanya.” [QS. Al-Imran (3): 97].
Contoh hukum yang menunjukkan tuntutan untuk meninggalkan: “Janganlah di antara kamu mengolok-olok kaum yang lain.” [QS. Al-Hujurat (49): 11], “Diharamkan bagimu memakan bangkai, darah, dan daging babi.” [QS. Al-Maidah (5): 3].
Contoh hukum yang menunjukkan boleh pilih (mudah): “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi.” [QS. Al-Jumu'ah (62): 10], “Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu mengqashar shalat.” [QS. An-Nisa' (4): 101].
Hukum wadh’i adalah yang menunjukkan bahwa sesutu telah dijadikan sebab, syarat, dan mani’ (pencegah) untuk suatu perkara.
Contoh sebab: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai siku-siku.” [QS. Al-Maidah (5): 6]. Kehendak melakukan shalat adalah yang menjadikan sebab diwajibkannya wudhu.
Contoh syarat: “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan kepadanya.” [QS. Ali Imran (3): 97]. Kemampuan adalah menjadi syarat diwajibkannya haji.
Contoh mani’ (pencegah): Rasulullah saw. bersabda, “Pena diangkat (tidak ditulis dosa) dari tiga orang, yaitu dari orang tidur sampai ia bangun, dari anak kecil sampai ia dewasa, dan dari orang gila sampai ia sembuh (berakal).” Hadits ini menunjukkan bahwa gila adalah pencegah terhadap pembebanan suatu hukum dan menjadi pencegah terhadap perbuatan yang sah.
Hukum taklifi terbagi menjadi dua, yaitu azimah dan rukhshah. Azimah adalah suatu hukum asal yang tidak pernah berubah karena suatu sebab dan uzur. Seperti shalatnya orang yang ada di rumah, bukan musafir. Sedangkan rukhshah adalah suatu hukum asal yang menjadi berubah karena suatu halangan (uzur). Seperti shalatnya orang musafir.
Azimah meliputi berbagai macam hukum, yaitu:
1. Wajib. Suatu perbuatan yang telah dituntut oleh syara’ (Allah swt.) dengan bentuk tuntutan keharusan. Hukum perbuatan ini harus dikerjakan. Bagi yang mengerjakan mendapat pahala dan bagi yang meninggalkan mendapat siksa. Contohnya, puasa Ramadhan adalah wajib. Sebab, nash yang dipakai untuk menuntut perbuatan ini adalah menunjukkan keharusan. “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa.” [QS. Al-Baqarah (2): 183]
2. Haram. Haram adalah sesutu yang telah dituntut oleh syara’ (Allah swt.) untuk ditinggalkan dengan bentuk tuntutan keharusan. Hukumnya bila dikerjakan adalah batal dan yang mengerjakannya mendapat siksa. Contohnya, tuntutan meninggalkan berzina, tuntutan meninggalkan makan bangkai, darah, dan daging babi.
3. Mandub (sunnah). Mandub adalah mengutamakan untuk dikerjakan daripada ditinggalkan, tanpa ada keharusan. Yang mengerjakannya mendapat pahala, yang meninggalkannya tidak mendapat siksa, sekalipun ada celaan. Mandub biasa disebut sunnah, baik sunnah muakkadah (yang dikuatkan) atau ghairu (tidak) muakkadah (mustahab).
4. Makruh. Makruh adalah mengutamakan ditinggalkan daripada dikerjakan, dengan tidak ada unsur keharusan. Misalnya, terlarang shalat di tengah jalan. Yang melaksanakannya tidak mendapat dosa sekalipun terkadang mendapat celaan.
5. Mubah. Mubah adalah si mukallaf dibolehkan memilih (oleh Allah swt.) antara mengerjakan sesuatu atau meninggalkannya, dalam arti salah satu tidak ada yang diutamakan. Misalnya, firman Allah swt. “Dan makan dan minumlah kamu sekalian.” Tegasnya, tidak ada pahala, tidak ada siksa, dan tidak ada celaan atas berbuat atau meninggalkan perbuatan yang dimubahkan.
Apabila Allah swt. menuntut kepada seorang mukallaf untuk melakukan sesuatu perbuatan lalu perbuatan tersebut dikerjakannya sesuai dengan yang dituntut darinya dengan terpenuhi syarat rukunnya, maka perbuatan tersebut disebut shahih. Tetapi apabila salah satu syarat atau rukunnya rusak, maka perbuatan tersebut disebut ghairush shahiih.
Ash-shahiih adalah sesuatu yang apabila dikerjakan mempunyai urutan akibatnya. Contohnya, bisa seorang mukallaf mengerjakan shalat dengan sempurna, terpenuhi syarat rukunnya, maka baginya telah gugur kewajiban dan tanggungannya.
Ghairush-shahiih adalah sesuatu yang dilakukannya tidak mempunya urutan akibat-akibat syara’. Contohnya, seorang mukallaf mengerjakan shalat tidak terpenuhi syarat rukunnya, seperti shalat tanpa rukuk. Kewajiban mukallaf mengerjakan shalat tersebut belum gugur. Demikian pula kalau shalat dikerjakan tidak pada waktunya atau mengerjakannya tanpa wudhu. Perbuatan-perbuatan yang dikerjakan tidak sesuai dengan tuntutan Allah swt. dianggap tidak ada atau tidak mengerjakan apa-apa.

Followers

Translate

 

Blogroll

Diberdayakan oleh Blogger.