Bulan Rajab juga merupakan salah satu bulan haram, artinya
bulan yang dimuliakan. Dalam tradisi Islam dikenal ada empat bulan
haram, ketiganya secara berurutan adalah: Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan satu bulan yang tersendiri, Rajab.
Dinamakan bulan haram karena pada bulan-bulan tersebut orang Islam dilarang mengadakan peperangan. Tentang bulan-bulan ini, Al-Qur’an menjelaskan:
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan,
dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di
antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka
janganlah kamu Menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan
perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi
kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang
bertakwa.”
Keutamaan Puasa Bulan Rajab
Berikut beberapa hadis yang menerangkan keutamaan dan kekhususan puasa bulan Rajab:
Diriwayatkan bahwa apabila Rasulullah SAW memasuki bulan Rajab beliau berdo’a: “Ya, Allah berkahilah kami di bulan Rajab (ini) dan (juga) Sya’ban, dan sampaikanlah kami kepada bulan Ramadhan.” (HR. Imam Ahmad, dari Anas bin Malik).
"Barang siapa berpuasa pada bulan Rajab sehari, maka laksana ia
puasa selama sebulan, bila puasa 7 hari maka ditutuplah untuknya 7 pintu
neraka Jahim, bila puasa 8 hari maka dibukakan untuknya 8 pintu surga,
dan bila puasa 10 hari maka digantilah dosa-dosanya dengan kebaikan."
Riwayat al-Thabarani dari Sa'id bin Rasyid: “Barangsiapa berpuasa
sehari di bulan Rajab, maka ia laksana berpuasa setahun, bila puasa 7
hari maka ditutuplah untuknya pintu-pintu neraka jahanam, bila puasa 8
hari dibukakan untuknya 8 pintu surga, bila puasa 10 hari, Allah akan
mengabulkan semua permintaannya....."
"Sesungguhnya di surga terdapat sungai yang dinamakan Rajab,
airnya lebih putih daripada susu dan rasanya lebih manis dari madu.
Barangsiapa puasa sehari pada bulan Rajab, maka ia akan dikaruniai minum
dari sungai tersebut".
Riwayat (secara mursal) Abul Fath dari al-Hasan, Nabi Muhammad SAW bersabda: "Rajab itu bulannya Allah, Sya'ban bulanku, dan Ramadan bulannya umatku."
Sabda Rasulullah SAW lagi : “Pada malam mi’raj, saya melihat
sebuah sungai yang airnya lebih manis dari madu, lebih sejuk dari air
batu dan lebih harum dari minyak wangi, lalu saya bertanya pada Jibril
a.s.: “Wahai Jibril untuk siapakan sungai ini ?” Maka berkata Jibrilb a.s.: “Ya Muhammad sungai ini adalah untuk orang yang membaca salawat untuk engkau di bulan Rajab ini”.
Ada tiga hadits yang menjelaskan jumlah shalat sunnah rawatib beserta
letak-letaknya:
1. Dari Ummu Habibah isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau
berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يُصَلِّي لِلَّهِ كُلَّ يَوْمٍ ثِنْتَيْ
عَشْرَةَ رَكْعَةً تَطَوُّعًا غَيْرَ فَرِيضَةٍ إِلَّا بَنَى اللَّهُ لَهُ
بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ “Tidaklah seorang muslim mendirikan shalat sunnah ikhlas karena
Allah sebanyak dua belas rakaat selain shalat fardhu, melainkan Allah
akan membangunkan baginya sebuah rumah di surga.” (HR. Muslim no.
728)
Dan dalam riwayat At-Tirmizi dan An-Nasai, ditafsirkan ke-12 rakaat
tersebut. Beliau bersabda: مَنْ ثَابَرَ عَلَى ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً مِنْ السُّنَّةِ
بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ قَبْلَ
الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ
وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ “Barangsiapa menjaga dalam mengerjakan shalat sunnah dua belas
rakaat, maka Allah akan membangunkan rumah untuknya di surga, yaitu
empat rakaat sebelum zhuhur, dua rakaat setelah zhuhur, dua rakaat
setelah maghrib, dua rakaat setelah isya` dan dua rakaat sebelum subuh.”
(HR. At-Tirmizi no. 379 dan An-Nasai no. 1772 dari Aisyah)
2. Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radliallahu ‘anhu dia berkata: حَفِظْتُ مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عَشْرَ رَكَعَاتٍ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا
وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ فِي بَيْتِهِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ
الْعِشَاءِ فِي بَيْتِهِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ صَلَاةِ الصُّبْحِ “Aku menghafal sesuatu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berupa
shalat sunnat sepuluh raka’at yaitu; dua raka’at sebelum shalat zuhur,
dua raka’at sesudahnya, dua raka’at sesudah shalat maghrib di rumah
beliau, dua raka’at sesudah shalat isya’ di rumah beliau, dan dua
raka’at sebelum shalat subuh.” (HR. Al-Bukhari no. 937, 1165, 1173,
1180 dan Muslim no. 729)
Dalam sebuah riwayat keduanya, “Dua rakaat setelah jumat.”
Dalam riwayat Muslim, “Adapun pada shalat maghrib, isya, dan jum’at,
maka Nabi r mengerjakan shalat sunnahnya di rumah.”
3. Dari Ibnu Umar dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: رَحِمَ اللَّهُ امْرَأً صَلَّى قَبْلَ الْعَصْرِ أَرْبَعًا “Semoga Allah merahmati seseorang yang mengerjakan shalat (sunnah)
empat raka’at sebelum Ashar.” (HR. Abu Daud no. 1271 dan At-Tirmizi
no. 430)
Maka dari sini kita bisa mengetahui bahwa shalat sunnah rawatib
adalah:
a. 2 rakaat sebelum subuh, dan sunnahnya dikerjakan di rumah.
b. 2 rakaat sebelum zuhur, dan bisa juga 4 rakaat.
c. 2 rakaat setelah zuhur
d. 4 rakaat sebelum ashar
e. 2 rakaat setelah jumat.
f. 2 rakaat setelah maghrib, dan sunnahnya dikerjakan di rumah.
g. 2 rakaat setelah isya, dan sunnahnya dikerjakan di rumah.
Lalu apa hukum shalat sunnah setelah subuh, sebelum jumat, setelah
ashar, sebelum maghrib, dan sebelum isya?
Jawab:
Adapun dua rakaat sebelum maghrib dan sebelum isya, maka dia tetap
disunnahkan dengan dalil umum:
Dari Abdullah bin Mughaffal Al Muzani dia berkata: Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلَاةٌ قَالَهَا ثَلَاثًا قَالَ فِي
الثَّالِثَةِ لِمَنْ شَاءَ “Di antara setiap dua adzan (azan dan iqamah) itu ada shalat
(sunnah).” Beliau mengulanginya hingga tiga kali. Dan pada kali yang
ketiga beliau bersabda, “Bagi siapa saja yang mau mengerjakannya.”
(HR. Al-Bukhari no. 588 dan Muslim no. 1384)
Adapun setelah subuh dan ashar, maka tidak ada shalat sunnah rawatib
saat itu. Bahkan terlarang untuk shalat sunnah mutlak pada waktu itu,
karena kedua waktu itu termasuk dari lima waktu terlarang.
Dari Ibnu ‘Abbas dia berkata: شَهِدَ عِنْدِي رِجَالٌ مَرْضِيُّونَ وَأَرْضَاهُمْ عِنْدِي عُمَرُ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ
الصَّلَاةِ بَعْدَ الصُّبْحِ حَتَّى تَشْرُقَ الشَّمْسُ وَبَعْدَ الْعَصْرِ
حَتَّى تَغْرُبَ “Orang-orang yang diridlai mempersaksikan kepadaku dan di antara
mereka yang paling aku ridhai adalah ‘Umar, (mereka semua mengatakan)
bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang shalat setelah Shubuh
hingga matahari terbit, dan setelah ‘Ashar sampai matahari terbenam.”
(HR. Al-Bukhari no. 547 dan Muslim no. 1367)
Adapun shalat sunnah sebelum jumat, maka pendapat yang rajih adalah
tidak disunnahkan. Insya Allah mengenai tidak disyariatkannya shalat
sunnah sebelum jumat akan datang pembahasannya tersendiri, wallahu
Ta’ala a’lam.
"Istighotsah" dalam bahasa Arab berarti “meminta pertolongan”. Istilah
istighotsah terdapat dalam wiridan para anggota jama’ah thoriqoh (atau biasa
dilafadkan dalam bahasa Indonesia menjadi tarekat) yang berbunyi: “Ya Hayyu
ya Qoyyum birohmatika astaghits..!” Wahai Dzat Yang Mahahidup dan dan Yang
Tidak Butuh Pertolongan, berilah pertolongan kepadaku..! Di negara-negara Arab
kalau pun kata istighotsah dipakai sebagai satu peristilahan maka itu berarti
doa khusus saja yang ucapkan oleh seorang tokoh.
Di Indonesia istighotsah diartikan sebagai dzikir atau wiridan yang dilakukan
secara bersama-sama dan biasanya di tempat-tempat terbuka untuk mendapatkan
petunjuk dan pertolongan dari Allah SWT. Sementara doa-doa yang diucapkan pada
saat istighotsah adalah doa-doa atau bacaan yang khas diamalkan dalam jama’ah
thoriqoh, meski kadang ada beberapa penambahan doa.
Doa-doa Istighotsah
Berikut ini adalah doa-doa yang dibaca dalam istighotsah, sebagaimana dalam
buku “Panduan Praktis Istighotsah” oleh Pengurus Pusat Lembaga Dakwah Nahdlatul
Ulama (LDNU):
بِسْمِ
اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Dengan
nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Wahai Dzat
yang memelihara dari keburukan dan kebinasaan, wahai Dzat Yang Maha Menolong,
wahai Dzat yang menjamin rizki para hamba dan mengetahui kesulitan-kesulitan
hamba, ya Allah
Ya Allah,
limpahkanlah rahmat dan kemuliaan kepada junjungan kami Nabi Muhammad, sungguh
telah habis daya dan upayaku maka tolonglah kami, Ya Allah Ya Allah Ya Allah
Ya Allah,
limpahkanlah shalawat yang sempurna dan curahkanlah salam kesejahteraan yang
penuh kepada junjungan kami Nabi Muhammad, yang dengan sebab beliau semua
kesulitan dapat terpecahkan, semua kesusahan dapat dilenyapkan, semua keperluan
dapat terpenuhi, dan semua yang didambakan serta husnul khatimah dapat diraih,
dan berkat dirinya yang mulia hujanpun turun, dan semoga terlimpahkan kepada
keluarganya serta para sahabatnya, di setiap detik dan hembusan nafas sebanyak
bilangan semua yang diketahui oleh Engkau
يَا
بَدِيْعُx41
Wahai Dzat
yang menciptakan makhluk tanpa ada contoh sebelumnya
حَسْبُنَا
اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُx33
Cukup bagi
kami Allah, dan Dia sebaik-baik penolong
Aku
mohonkan pemeliharaan untuk kalian kepada Dzat yang maha hidup dan terus
menerus mengatur hamba-Nya yang tidak pernah mati selamanya, dan aku tolak dan
hindarkan dari kalian segala keburukan dengan sejuta bacaan “La haula wa la
quwwata illa billahil aliyyil adzim”
Dengan
nama Allah yang segala sesuatu terjadi dengan kehendak-Nya, tidak ada yang
mendatangkan kebaikan kecuali la.
Dengan nama Allah yang segala sesuatu terjadi dengan kehendak-Nya, tidak ada
yang menyingkirkan keburukan kecuali la.
Dengan nama Allah yang segala sesuatu terjadi dengan kehendak-Nya, tidak ada
kenikmatan melainkan dari Allah.
Dengan nama Allah yang segala sesuatu terjadi dengan kehendak-Nya, tiada daya
untuk berbuat kebaikan kecuali dengan pertolongan Allah dan tiada kekuatan
untuk menghindar dari perbuatan maksiat kecuali dengan perlindungan Allah yang
maha Mulia dan maha agung
Ya Allah,
aku memohon ampunan dan taubat yang diterima kepada-Mu Ya Allah yang maha
pengampun, dan dengan kekuatan dan kekuasaan-Mu Wahai Dzat yang maha
mengalahkan, tundukkan dan hukumlah orang yang melakukan tipu muslihat dan
ingin mencelakai kami
Wahai Dzat
yang maha mengalahkan, maha menundukkan, Dzat yang keras azab-Nya, ambilkan
hak-hak kami dan hak-hak umat Islam dari orang-orang yang menzhalimi kami dan
menzhalimi umat Islam, yang telah menganiaya kami dan menganiaya umat Islam
Suatu hari Sayyidina Ali Karramallaha Wajhah tergesa-gesa untuk
menunaikan sholat subuh berjemaah bersama-sama Rasulullah. Di tengah
perjalanan ke masjid, Sayyidina Ali bertemu dengan orang tua beragama
Nasrani bertongkat sedang berjalan dengan sangat perlahan dan
ditangannya memegang pelita untuk menerangi jalan yang gelap gulita.
Sayyidina Ali mengikuti saja langkah orang tua itu kerana beliau
tidak sanggup memintas orang tua itu karena menghormatinya. Apabila tiba
di masjid, Sayyidina Ali bergegas masuk ke masjid untuk menunaikan
sholat subuh berjemaah bersama Rasulullah. Ketika Sayyidina Ali memasuki
masjid di dapati Rasulullah sedang rukuk. Rukuk Rasulullah pada kali
itu sungguh lama, tidak seperti biasa, seolah-olah menanti Sayyidina Ali
turut serta sholat berjemaah.
Setelah selesai sholat subuh Sayyidina Ali bertanya kepada Rasulullah
” Ya Rasulullah, kenapakah engkau memanjangkan rukuk pada kali ini,
belum pernah engkau lakukan sebelum ini”. Jawab Rasulullah ” Semasa aku
sedang rukuk, dan ketika aku hendak iktidal, tiba-tiba datang Malaikat
Jibril dan menekan belakangku. Setelah lama menekan barulah aku dapat
iktidal”.
Mendengar jawaban Rasulullah, Sayyidina Ali menceritakan apa yang
terjadi semasa perjalanannya ke masjid tadi. Rupa-rupanya Allah telah
mengisyaratkan kepada Rasulullah supaya menanti Sayyidina Ali supaya
dapat ikut serta sholat subuh berjemaah. Allah menghargai sikap
Sayyidina Ali dengan memberi kesempatan Sayyidina Ali agar dapat sholat
subuh berjemaah bersama-sama Rasulullah kerena sikap Sayyidina Ali
merendah diri dan menghormati orang tua Nasrani itu.
“Wahai saudaraku!
Jangan engkau dekati Muhammad itu. Dia orang gila. Dia
pembohong. Dia tukang sihir. Jika engkau mendekatinya, engkau akan
dipengaruhinya dan engkau akan menjadi seperti dia,” kata seorang
pengemis buta
Yahudi berulang-ulang kali di satu sudut pasar di Madinah pada setiap
pagi
sambil tangannya menadah meminta belas orang yang lalu-lalang.
Orang yang lalu-lalang di pasar itu ada yang menghulurkan sedekah
kerana
kasihan malah ada juga yang tidak mempedulikannya langsung.
Pada setiap pagi, kata-kata menghina Rasulullah SAW itu tidak lekang
daripada
mulutnya seolah-olah mengingatkan kepada orang ramai supaya jangan
terpedaya
dengan ajaran Rasulullah SAW. Seperti biasa juga, Rasulullah SAW ke
pasar
Madinah. Apabila baginda sampai, baginda terus mendapatkan pengemis buta
Yahudi
itu lalu menyuapkan makanan ke mulutnya dengan lembut dan bersopan tanpa
berkata
apa-apa.
Pengemis buta Yahudi yang tidak pernah bertanya siapakah yang
menyuapkan itu
begitu berselera sekali apabila ada orang yang baik hati memberi dan
menyuapkan
makanan ke mulutnya.
Perbuatan baginda itu dilakukannya setiap hari sehinggalah baginda
wafat.
Sejak kewafatan baginda, tidak ada sesiapa yang sudi menyuapkan makanan
ke mulut
pengemis itu setiap pagi.
Pada satu pagi, Saidina Abu Bakar ra pergi ke rumah anaknya, Siti
Aisyah yang
juga merupakan isteri Rasulullah SAW untuk bertanyakan sesuatu
kepadanya.
“Wahai anakku Aisyah, apakah kebiasaan yang Muhammad lakukan yang aku
tidak
lakukan?”, tanya Saidina Abu Bakar ra sebaik duduk di dalam rumah
Aisyah.
“Ayahandaku, boleh dikatakan apa sahaja yang Rasulullah lakukan,
ayahanda
telah lakukan kecuali satu,” beritahu Aisyah sambil melayan ayahandanya
dengan
hidangan yang tersedia.
“Apakah dia wahai anakku, Aisyah?”
“Setiap pagi Rasulullah akan membawa makanan untuk seorang pengemis
buta
Yahudi di satu sudut di pasar Madinah dan menyuapkan makanan ke
mulutnya. Sejak
pemergian Rasulullah, sudah tentu tidak ada sesiapa lagi yang menyuapkan
makanan
kepada pengemis itu,” beritahu Aisyah kepada ayahandanya seolah-olah
kasihan
dengan nasib pengemis itu.
“Kalau begitu, ayahanda akan lakukan seperti apa yang Muhammad
lakukan setiap
pagi. Kamu sediakanlah makanan yang selalu dibawa oleh Muhammad untuk
pengemis
itu,” beritahu Saidina Abu Bakar ra kepada anaknya.
Pada keesokan harinya, Saidina Abu BAkar ra membawakan makanan yang
sama
seperti apa yang Rasulullah SAW bawakan untuk pengemis itu sebelum ini.
Setelah
puas mencari, akhirnya beliau bertemu juga dengan pengemis buta itu.
Saidina Abu
Bakar ra segera menghampiri dan terus menyuapkan makanan ke mulut
pengemis
itu.
“Hei… Siapakah kamu? Berani kamu menyuapku?” Pengemis buta itu
mengherdik
Saidina Abu Bakar ra. Pengemis buta itu terasa lain benar perbuatan
Saidina Abu
Bakar ra itu seperti kebiasaan.
“Akulah orang yang selalu menyuapmu setiap pagi,” jawab Saidina Abu
Bakar ra
sambil memerhatikan wajah pengemis buta itu yang nampak marah.
“Bukan! Kamu bukan orang yang selalu menyuapku setiap pagi. Perbuatan
orang
itu terlalu lembut dan bersopan. Aku dapat merasakannya, dia terlebih
dahulu
akan menghaluskan makanan itu kemudian barulah menyuap ke mulutku. Tapi
kali ini
aku terasa sangat susah aku hendak menelannya,” balas pengemis buta itu
lagi
sambil menolak tangan Saidina Abu Bakar ra yang masih memegang makanan
itu.
“Ya, aku mengaku. Aku bukan orang yang biasa menyuapmu setiap pagi.
Aku
adalah sahabatnya. Aku menggantikan tempatnya,” beritahu Saidina Abu
Bakar ra
sambil mengesat air matanya yang sedih.
“Tetapi ke manakah perginya orang itu dan siapakah dia?”, tanya
pengemis buta
itu.
“Dia ialah Muhammad Rasulullah. Dia telah kembali ke rahmatullah.
Sebab
itulah aku yang menggantikan tempatnya,” jelas Saidina Abu Bakar ra
dengan
harapan pengemis itu berpuas hati.
“Dia Muhammad Rasulullah?”, kata pengemis itu dengan suara yang
terkedu.
“Mengapa kamu terkejut? Dia insan yang sangat mulia,” beritahu
Saidina Abu
Bakar ra. Tidak semena-mena pengemis itu menangis sepuas-puasnya.
Setelah agak
reda, barulah dia bersuara.
“Benarkah dia Muhammad Rasulullah?”, pengemis buta itu mengulangi
pertanyaannya seolah-olah tidak percaya dengan berita yang baru
didengarnya
itu.
“Ya benar. Kamu tidak percaya?”
“Selama ini aku menghinanya, aku memfitnahnya tetapi dia sedikit pun
tidak
pernah memarahiku malah dia terus juga menyuap makanan ke mulutku dengan
sopan
dan lembut. Sekarang aku telah kehilangannya sebelum sempat memohon
ampun
kepadanya,” ujar pengemis itu sambil menangis teresak-esak.
“Dia memang insan yang sangat mulia. Kamu tidak akan berjumpa dengan
manusia
semulia itu selepas ini kerana dia telah pun meninggalkan kita,”
beritahu
Saidina Abu Bakar ra.
“Kalau begitu, aku mahu kamu menjadi saksi. Aku ingin mengucapkan
kalimah
syahadah dan aku memohon keampunan Allah,” ujar pengemis buta itu.
Selepas peristiwa itu, pengemis itu telah memeluk Islam
di hadapan Saidina Abu Bakar ra. Keperibadian Rasulullah SAW telah
memikat jiwa
pengemis itu untuk mengakui ke-Esaan Allah..